Tuesday, 3 November 2015
NAMA : Ika Yulistyamawati
Kelas : 3pa15
NPM : 14513242
I.
KEKUASAAN
A.
Definisi Kekuasaan
Menurut Robbins (2008) Kekuasaan (power) mengacu pada mengacu pada
kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi prilaku B sehingga B bertindak
sesuai keinginan A. definisi mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu
diaktualisasikan agar efektif dan subuah hubungan ketergantungan.
Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah
lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu
menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan
itu (Budiardjo,1972).
Kekuasaan Menurut Max Weber adalah suatu
kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada
dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang
menghilangkan halangan.
Menurut Walterd Nord, Pengertian Kekuasaan ialah suatu kemampuan
untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu
tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
Rusel Mengatakan, Pengertian Kekuasaaan merupakan suatu
produksi dari akibat yang diinginkan. Bierstedt memberikan pernyataan mengenai
Pengertian Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.
Pengertian Kekuasaan Menurut Rogers adalah
kemampuan seseorang untuk mengubah orang atau kelompok lain dalam cara yang
spesifik, contohnya dalam kekuasaan dan pelaksanaan kerjanya.
Dari
Pengertian Kekuasaan diatas dapat disimpulkan bahwa, Pengertian Kekuasaan ialah
suatu sumber yang memungkinkan seseorang mendapatkan hak untuk mengajak,
mempengaruhi dan meyakinkan orang lain.
Kekuasaan dapat diperoleh dari pengaruh
pribadi, jabatan pribadi atau diperoleh keduanya. Seseorang yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk melakukan kerja karena
jabatan organisasi yang dijabatnya, maka orang tersebut akan mempunyai
kekuasaan jabatan. Adapun juga orang yang memperoleh kekuasaan dari para
pengikutnya dikatakan mempunyai kekuasaan pribadi.Ada juga orang yang mempunyai
kedua-duanya, kekuasaan jabatan dan kekuasaan pribadi.
B.
Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven
Sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5
kategori yaitu;
1.
Kekuasaan
Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan
dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum.Hukuman adalah segala
konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang
menerimanya.Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk
memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi
dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan
kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada
konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman
dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan;
misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus, maupun pelaksanaan hukuman
seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya.Meskipun
hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya
perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih
digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak
produktif dalam organisasi.
2.
Kekuasaan
Imbalan (Insentif Power)
Kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan
kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan
digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa
imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan
seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan
tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali
kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan
sebagai faktor pengaruh.
3.
Kekuasaan Sah
(Legitimate Power)
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki
kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah.Dalam teori, orang yang
mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer,
mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula.Kesuksesan penggunaan
kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan
seni aplikasi kekuasaan tersebut.Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan
wewenang.Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting
dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan
kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan
patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka
mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat
tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam
organisasi yang bersangkutan.
4.
Kekuasaan
Pakar (Expert Power)
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia
memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian
teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan,
walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang
bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki.Kekuasaan ini adalah suatu
karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan
sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
5.
Kekuasaan
Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan
atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang
yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan
panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi,
politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik
bukan hanya percaya pada keyakinan-keyakinannya sendiri (faktor atribusi),
melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural
(lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya
percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya
sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual
(faktor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator
dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam
proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan
dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno
misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur
hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.
II.
LEADERSHIP
A.
Definisi
Leardership (kepemimpinan)
Kepemimpinan
adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas
organisasi secara suka rela (Gardner, 2000).
Bahkan menurut Gemmil dan Oakley (1992)
kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama antara anggota organisasi dalam
merumuskan metode baru untuk meningkatkan kualitas organisasi.
Fulan (2000) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses untuk mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang
sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota organisasi lainnya. Ini artinya
bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih
tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh
anggota organisasi.
B.
Teori-teori
Kepemimpinan Partisipatif
1.
Teori X dan Teori Y (DOUGLAS MC GREGOR)
Douglas McGregor telah merumuskan dua model
yang dia sebut Teori X dan Teori Y.
1)
Asumsi teori
X yaitu rata-rata manusia memiliki bawaan tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya jika dia bisa.
a.
Karena mereka tidak suka bekerja, kebanyakan orang harus
dikontrol dan terancam sebelum mereka akan bekerja cukup keras.
b.
Manusia rata-rata lebih suka diarahkan, tidak menyukai
tanggung jawab, adalah jelas, dan keinginan keamanan di atas segalanya.
c.
Asumsi ini terletak di belakang hari ini sebagian besar
prinsip-prinsip organisasi, dan menimbulkan baik untuk "sulit"
manajemen dengan hukuman dan kontrol ketat, dan "lunak" manajemen
yang bertujuan untuk harmoni di tempat kerja.
d.
Kedua ini adalah "salah" karena pria perlu
lebih dari imbalan keuangan di tempat kerja, dia juga membutuhkan motivasi
lebih dalam tatanan yang lebih tinggi - kesempatan untuk memenuhi dirinya
sendiri.
e.
Teori X manajer tidak memberikan kesempatan ini staf
mereka sehingga karyawan diharapkan berperilaku dalam mode.
Teori Y
Asumsi
a.
Pengeluaran upaya fisik dan mental dalam bekerja adalah
sebagai alam seperti bermain atau istirahat.
b.
Pengendalian dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk
membuat orang bekerja, manusia akan mengarahkan dirinya sendiri jika ia
berkomitmen untuk tujuan organisasi.
c.
Kalau suatu pekerjaan memuaskan, maka hasilnya akan
komitmen terhadap organisasi.
d.
Pria belajar rata-rata, di bawah kondisi yang tepat,
tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
e.
Imajinasi, kreativitas, dan kecerdikan dapat digunakan
untuk memecahkan masalah-masalah kerja dengan sejumlah besar karyawan.
f.
Di bawah kondisi kehidupan
industri modern, potensi intelektual manusia rata-rata hanya sebagian
dimanfaatkan.
2)
Teori Sistem
4 dari Rensis Likert
a.
Manajemen
Sistem
Tahun 1960-an
Likert dikembangkan empat sistem manajemen yang menggambarkan hubungan,
keterlibatan, dan peran antara manajemen dan bawahan dalam pengaturan
industri.Keempat sistem adalah hasil dari penelitian bahwa ia telah dilakukan
dengan sangat produktif supervisor dan anggota tim mereka Perusahaan Asuransi
Amerika. Belakangan, ia dan Jane G. Likert merevisi sistem berlaku untuk
pengaturan pendidikan. Mereka awal revisi itu dimaksudkan untuk menjelaskan
peran kepala sekolah, siswa, dan guru; akhirnya individu-individu lain di dunia
akademik dimasukkan seperti pengawas, administrator, dan orangtua.
b.
Eksploitatif
sistem otoritatif
Dalam jenis
sistem manajemen tugas pegawai / bawahan adalah untuk mematuhi keputusan yang
dibuat oleh manajer dan mereka yang memiliki status yang lebih tinggi daripada
mereka dalam organisasi.Bawahan tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.Organisasi
yang bersangkutan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan. Organisasi akan
menggunakan rasa takut dan ancaman untuk memastikan karyawan menyelesaikan
pekerjaan ditetapkan. Tidak ada kerja tim yang terlibat.
c.
Kebajikan
sistem otoritatif
Seperti
halnya dalam sebuah sistem berwibawa eksploitatif, keputusan dibuat oleh
orang-orang di bagian atas organisasi dan manajemen.Namun termotivasi karyawan
melalui penghargaan (untuk kontribusi mereka) daripada ketakutan dan
ancaman.Informasi dapat mengalir dari bawahan kepada manajer tetapi terbatas
pada "manajemen apa yang ingin dengar".
d.
Sistem konsultatif
Dalam jenis sistem manajemen, bawahan termotivasi oleh
penghargaan dan tingkat keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.
Manajemen konstruktif akan menggunakan bawahan mereka ide-ide dan pendapat.
Namun keterlibatan tidak lengkap dan keputusan besar masih dibuat oleh
manajemen senior.Ada aliran informasi yang lebih besar (daripada dalam sistem
berwibawa murah hati) dari bawahan kepada manajemen.Meskipun informasi dari
bawahan kepada manajer tidak lengkap dan eufimistis.
e.
Partisipatif
(kelompok) system
Manajemen
sepenuhnya percaya pada bawahan / karyawan. Ada banyak komunikasi dan bawahan
sepenuhnya terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Bawahan nyaman
menyatakan pendapat dan ada banyak kerja sama tim. Tim dihubungkan bersama-sama
oleh orang-orang, yang menjadi anggota lebih dari satu tim. Likert panggilan
orang di lebih dari satu kelompok "menghubungkan pin".Karyawan di
seluruh organisasi merasa bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
organisasi.Tanggung jawab ini terutama sebagai bawahan motivasi ditawarkan
imbalan ekonomi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka telah
berpartisipasi dalam pengaturan.
3)
Teori of Leadership Pattern Choice Tannenbaum dan Schmidt
Model
delegasi dan tim pengembangan Tannenbaum dan Schmidt Continuum adalah sebuah
model sederhana yang menunjukkan hubungan antara tingkat kebebasan yang seorang
manajer memilih untuk diberikan kepada tim, dan tingkat kewenangan yang
digunakan oleh manajer. Sebagai kebebasan tim meningkat, sehingga otoritas
manajer berkurang. Ini adalah cara yang positif bagi kedua tim dan manajer
untuk berkembang. Sementara model Tannenbaum dan Schmidt keprihatinan kebebasan
didelegasikan ke grup, Prinsip yang mampu menerapkan berbagai tingkat kebebasan
didelegasikan erat berkaitan dengan 'delegasi tingkat' pada delegasi halaman.
Sebagai seorang manajer, salah satu tanggung jawab Anda adalah untuk
mengembangkan tim Anda. Anda harus mendelegasikan dan meminta sebuah tim untuk
membuat keputusan sendiri untuk berbagai tingkatan sesuai dengan kemampuan
mereka.
Berikut
adalah Tannenbaum dan Schmidt Continuum didelegasikan tingkat kebebasan, dengan
beberapa tambahan penjelasan bahwa seharusnya membuat lebih mudah untuk
memahami dan menerapkan.
a.
Manajer memutuskan dan mengumumkan keputusan.
b.
Manajer memutuskan dan kemudian 'menjual' keputusan untuk
kelompok.
c.
Manajer menyajikan latar belakang keputusan dengan
ide-ide dan mengundang pertanyaan.
d.
Manajer menyarankan keputusan sementara dan mengundang
diskusi tentang hal itu.
e.
Manajer menyajikan situasi atau masalah, mendapat saran,
kemudian memutuskan.
f.
Manajer menjelaskan situasi, mendefinisikan parameter dan
meminta tim untuk memutuskan.
g.
Manajer memungkinkan tim untuk mengidentifikasi masalah,
mengembangkan pilihan, dan memutuskan tindakan, dalam batas-batas yang diterima
manajer.
C.
Modern Choice Approach to Participation
Mitch Mc
Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti
melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting
manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks
atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim. Sedangkan Stogdill
(1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan.Hal ini
dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep
kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada
mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan
Butchatsky (1996), “leadership is defined
as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly
agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common
good”.Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota
kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat
individu dan organisasi.Sedangkan menurut Anderson (1988), “leadership means using power to influence
the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance”.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara
lain:
1)
Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain
atau mempengaruhi orang lain yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para
karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari
pemimpin dan ikut berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan
tidak akan ada juga.
2)
Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang
dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan
yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
a.
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada
bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
b.
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
c.
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang
dimilikinya.
d.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi
(pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
e.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam
bidangnya.Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan
yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
3)
Kepemimpinan
harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance),
keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk
meyakinkan orang lain (communication)
dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut
berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer
dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada
mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan
secara tepat (“managers are people who do
things right and leaders are people who do the right thing, “).
Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara
tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien
mungkin.
D. Contigency
Theory Fiedler
Model kontongensi dari kepemimpinan yg efektif
dikembangkan oleh fiedler(1967). Menurut model ini, maka “the performance of
the group is contingent upon both the motivational system of the leader and the
degree to which the leader has control and influence in a particular situation,
the situational favorableness “ (fiedler,1974). Dg kata lain, tinggi rendahnya
prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan
sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi
tertentu.
Tanggapan-tanggapan terhadap skala tersebut (biasanya
18-25 total) yang disimpulkan dan rata-rata: skor LPC tinggi menunjukkan bahwa
pemimpin memiliki orientasi hubungan antar manusia, sedangkan skor LPC rendah
menunjukkan orientasi tugas. Fiedler mengasumsikan bahwa setiap orang yang
paling tidak disukai rekan kerja di Kenyataannya adalah rata-rata sekitar
sama-sama tidak menyenangkan. Tetapi orang-orang yang memang hubungan
termotivasi, cenderung untuk menggambarkan paling tidak disukai rekan kerja
mereka dalam cara yang lebih positif, misalnya, lebih menyenangkan dan lebih
efisien. Oleh karena itu, mereka menerima nilai LPC tinggi. Tugas orang-orang
yang termotivasi, di sisi lain, cenderung untuk menilai paling tidak disukai
rekan kerja mereka dalam cara yang lebih negatif. Oleh karena itu, mereka
menerima skor LPC rendah. Jadi, rekan kerja yang dipilih yang terkecil (LPC)
skala ini sebenarnya tidak tentang pekerja pilihan yang paling tidak sama
sekali, sebaliknya, ini adalah tentang orang yang mengambil tes; ini adalah
tentang motivasi orang itu tipe. Ini sangat, karena, orang yang paling tidak
disukai menilai rekan kerja mereka dalam cahaya yang relatif baik pada skala
ini memperoleh kepuasan atas hubungan interpersonal, dan mereka yang menilai
rekan kerja dalam waktu yang relatif ringan tidak menguntungkan memperoleh
kepuasan keluar dari tugas sukses kinerja. Metode ini mengungkapkan suatu
reaksi emosional individu kepada orang-orang mereka tidak dapat bekerja
dengan.Pengkritik menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu akurat pengukuran
efektivitas kepemimpinan. Situasi yang menguntungkan (situational
favorableness), yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi
situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variable situasi:
1)
Hubungan
pemimpin-anggota (leader member relations). Hubungan
pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2)
Struktur
tugas (task structure). Derajat
struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
3)
Kekuasan
kedudukan (position power). Kekuasaan
dan kewewenangan yg terberikan dari kedudukannya.
Ketika ada seorang pemimpin yang baik hubungan anggota,
tugas yang sangat terstruktur, dan posisi pemimpin yang tinggi kekuasaan,
situasi ini dianggap sebagai "situasi yang menguntungkan."Fiedler
menemukan bahwa para pemimpin LPC rendah lebih efektif dalam sangat
menguntungkan atau situasi yang tidak menguntungkan, sedangkan para pemimpin
LPC tinggi performa terbaik dalam situasi dengan tingkat favourability.
Karena kepribadian relatif stabil, model kontingensi
menunjukkan bahwa meningkatkan efektivitas memerlukan mengubah situasi agar
sesuai dengan pemimpin.Ini disebut "pekerjaan rekayasa."Organisasi
atau pemimpin dapat meningkatkan atau menurunkan posisi tugas struktur dan
kekuasaan, juga pelatihan dan pengembangan kelompok dapat meningkatkan hubungan
pemimpin-anggota. Dalam buku 1976 Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan: The
Leader Match Konsep Fiedler (dengan Martin Chemers dan Linda Mahar)
mondar-mandir menawarkan diri program pelatihan kepemimpinan yang dirancang untuk
membantu para pemimpin favourableness mengubah situasi, atau situasional
kendali.
1)
Tugas kepemimpinan berorientasi akan dianjurkan dalam
bencana alam, seperti banjir atau api. Dalam situasi yang tidak menentu
pemimpin-hubungan anggota biasanya miskin, tugas terstruktur, dan kekuasaan
posisi lemah. Orang yang muncul sebagai pemimpin untuk mengarahkan aktivitas
kelompok biasanya tidak tahu bawahan secara pribadi. Tugas-pemimpin yang
berorientasi pada hal-hal yang dilakukan akan terbukti menjadi yang paling
berhasil. Jika pemimpin adalah perhatian (berorientasi pada hubungan), mereka
mungkin membuang begitu banyak waktu dalam bencana, bahwa segala sesuatu keluar
dari kehidupan DNS dan hilang.
2)
Pekerja kerah biru pada umumnya ingin tahu persis apa
yang seharusnya mereka lakukan. Oleh karena itu, lingkungan kerja mereka
biasanya sangat terstruktur. Posisi pemimpin kekuasaan yang kuat jika punggung
manajemen keputusan mereka. Akhirnya, meskipun pemimpin mungkin tidak
berorientasi pada hubungan, hubungan pemimpin-anggota mungkin sangat kuat jika
mereka dapat memperoleh promosi dan kenaikan gaji untuk bawahan. Dalam situasi
ini tugas-gaya kepemimpinan berorientasi lebih disukai di atas (perhatian) gaya
berorientasi pada hubungan.
3)
Perhatian (berorientasi pada hubungan) gaya kepemimpinan
dapat tepat dalam lingkungan di mana situasi ini cukup menguntungkan atau
tertentu.
4)
Para peneliti sering menemukan bahwa teori kontingensi
Fiedler yang jatuh pada fleksibilitas pendek.
5)
Mereka juga menyadari bahwa nilai LPC dapat gagal untuk
mencerminkan ciri-ciri kepribadian yang seharusnya mereka berpikir.
6)
Teori kontingensi Fiedler ini telah menarik kritik karena
menyiratkan bahwa satu-satunya alternatif untuk ketidaksesuaian dapat diubah
orientasi pemimpin dan situasi yang tidak menguntungkan sedang mengubah
pemimpin.
7)
Validitas model juga telah diperdebatkan, meskipun banyak
mendukung tes (Bass 1990).
8)
Kritik lain menyangkut metodologi mengukur gaya
kepemimpinan melalui LPC inventarisasi dan sifat dari bukti-bukti pendukung .
Fiedler dan rekan-rekannya telah menyediakan dekade penelitian untuk mendukung
dan memperbaiki teori kontingensi.
9)
Untuk Fiedler, stres adalah penentu utama efektivitas
pemimpin (Fiedler dan Garcia 1987; Fiedler et al. 1994), dan sebuah pembedaan
dibuat antara stres yang terkait dengan pemimpin atasan, dan stres yang
berkaitan dengan bawahan atau situasi itu sendiri. Dalam situasi stres,
pemimpin diam di atas stres hubungan dengan orang lain dan tidak dapat fokus
kemampuan intelektual mereka dalam pekerjaan. Dengan demikian, intelijen lebih
efektif dan lebih sering digunakan dalam situasi bebas stres. Fiedler telah menemukan
bahwa pengalaman merusak kinerja dalam kondisi stres rendah tetapi memberikan
kontribusi untuk performa di bawah kondisi stres tinggi. Seperti halnya dengan
faktor-faktor situasional lain, untuk situasi stres Fiedler merekomendasikan
atau teknik mengubah situasi kepemimpinan untuk memanfaatkan kekuatan pemimpin.
Walaupun semua kritik, teori kontingensi Fiedler ini merupakan teori penting
karena membentuk suatu perspektif baru untuk studi kepemimpinan. Banyak
pendekatan setelah teori fiedler telah mengadopsi perspektif kontingensi.
10)
Fred Fiedler's situasional kontingensi teori menyatakan
bahwa efektivitas kelompok tergantung pada pertandingan yang tepat antara gaya
pemimpin (mengukur suatu sifat dasarnya) dan tuntutan situasi. Fiedler
mengendalikan situasi mempertimbangkan sejauh mana seorang pemimpin dapat
menentukan apa yang kelompok mereka akan lakukan untuk menjadi faktor
kontingensi utama dalam menentukan efektivitas perilaku pemimpin.
11)
Lebih lanjut teori Fiedler berpendapat bahwa kebanyakan
situasi akan memiliki tiga aspek yang hirarkis struktur akan peran pemimpin.
Aspek pertama atmosfer - kepercayaan, dan kesetiaan kelompok merasa terhadap
pemimpin. Variabel kedua adalah ambiguitas atau kejelasan struktur tugas
kelompok. Terakhir yang melekat otoritas atau kekuasaan pemimpin memainkan
peran penting dalam kinerja kelompok.
12)
Teori Keputusan Normatif, kadang-kadang disebut Teori
Permainan, usaha untuk model proses menuju keputusan bisnis yang optimal.
Pengambilan keputusan normatif jarang terjadi di dunia nyata, di mana
rasionalitas sempurna tidak sesuai dengan perilaku aktual. Pendekatan yang
lebih deskriptif tentang bagaimana orang benar-benar membuat keputusan yang
dikenal sebagai Analisis Keputusan. Teoretisi studi kerjasama dengan para
pemimpin buruh, dan di antara satu sama lain, dan seberapa dekat keputusan
akhir berkorelasi dengan normatif atau keputusan yang optimal.
E.
Path Goal
Teori
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini
adalah teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian
Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas
pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk
memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan
mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.Istilah
path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas
jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka,
dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan
mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat
diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah
sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang, membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan
yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali
empat perilaku pemimpin.Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive
leader, participative leader dan achievement-oriented leader.Berlawanan dengan
pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu
bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama
mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada
situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan
efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.Menurut model ini, pemimpin
menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.Teorinya disebut sebagai path-goal
karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya
pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan
dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana
prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka
inginkan.Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan
perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi.
Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang
pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada
bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua
fungsi dasar:
1)
Fungsi Pertama; adalah
memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
2)
Fungsi Kedua; adalah
meningkatkan jumlah hasil (reward)
bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi
mereka.
3)
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat
mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto,
2003).
a.
Kepemimpinan
pengarah (directive leadership)
Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
b.
Kepemimpinan
pendukung (supportive leadership)
Pemimpin
bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive)
memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang
mengalami frustasi dan kekecewaan.
c.
Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership)
Pemimpin
partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide
mereka sebelum mengambil suatu keputusan.Kepemimpinan partisipatif dapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan.
d.
Kepemimpinan
berorientasi prestasi (achievement-oriented
leadership)
Gaya
kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari
pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.
Terdapat dua
faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu:
personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand
(Gibson, 2003).
1)
Karakteristik
Bawahan
Pada faktor
situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin
akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut
akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu
instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup
tiga hal, yakni:
a.
Letak Kendali
(Locus of Control)
Hal ini
berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.Individu
yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka
peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri.Sedangkan mereka yang
cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh
dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan
eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b.
Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan
orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat
authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang
directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c.
Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan
pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil
dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented)
yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan
prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi
dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi
cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan
yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2)
Karakteristik Lingkungan pada faktor situasional ini
path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi
terhadap para bawahan, jika:
a.
Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan
sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b.
Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan
para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1.
Struktur Tugas
Struktur
kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2.
Wewenang Formal
Kepemimpinan
yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi
organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3.
Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi
kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
DAFTAR
PUSTAKA
Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta.
Universitas Indonesia
Vroom, VH dan
Yetton, PW.(1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
Pittsburg: University of Pittsburg.
Yukl, G. A.,
R. Lepsinger, and T. Lucia. 1992. Preliminary Report on the
Development and Validation of the In๏ฌuence Behavior
Questionnaire.in Impact of Leadership. Eds. K. E. Clark.
Cholisin, M.
Si dkk. 2006. Dasar-dasarIlmuPolitik. Yogyakarta : FISE UNY
Miftah Thoha, 2005. Perilaku Organisasi (Konsep Dasar
dan Aplikasinya).
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Robbins. S. & Judge. T. 2008 Perilaku
Organisasi. Jakarta : Salemba Empat
Budiardjo, M.
1972. Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial
(Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan). Jakarta: Balai Pustaka.
;;
Subscribe to:
Comments (Atom)
Powered by Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
